Senin, 07 Januari 2013

BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA SEBAGAI PENCEMAR LINGKUNGAN

BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA SEBAGAI PENCEMAR LINGKUNGAN

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun pasal 4 menyebutkan ”Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.”
Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya;
B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. mudah meledak (explosive);
b. pengoksidasi (oxidizing);
c. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);
d. sangat mudah menyala (highly flammable);
e. mudah menyala (flammable);
f. amat sangat beracun (extremely toxic);
g. sangat beracun (highly toxic);
h. beracun (moderately toxic);
i. berbahaya (harmful);
j. korosif (corrosive);
k. bersifat iritasi (irritant);
l. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
m. karsinogenik (carcinogenic);
n. teratogenik (teratogenic);
o. mutagenik (mutagenic).
Untuk di lingkungan pabrik XIP, jenis B3 yang wajib dikelola diantaranya yaitu bahan bakar solar/bensin dan oli. Pengelolaan B3 ini khususnya mengacu pada
1. UU No 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup
2. PP No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Singkatnya, penggunaan/pemakaian bahan bakar minyak tanah/solar/bensin dan oli di lingkungan pabrik tidak diperbolehkan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan (air, udara dan tanah). Ceceran/ tumpahan B3 harus diminimalkan sekecil mungkin (termasuk di lokasi kebun tebangan), dengan cara:
1. memiliki catatan penggunaan B3
2. memiliki tempat penyimpanan B3 yg layak (lokasi dan konstruksi)
3. setiap kemasan diberi simbol dan label
4. memiliki sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3
5. melaksanakan uji kesehatan secara berkala
6. menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur
7. mengganti kerugian akibat kecelakaan
8. memulihkan kondisi lingkungan hidup yang rusak dan tercemar
Di lingkungan kebun, B3 yang banyak ditemukan adalah jenis pestisida. Kadang-kadang kita masih menjumpai beberapa warga masih menyalahgunakan fungsi pestisida, salah satunya yaitu untuk menangkap ikan. Kebiasaan ini tentu melanggar hukum, karena nyata-nyata melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan. Oleh karena itu XIP mewajibkan bagi anggota kelompok tani, suplayer dan karyawan untuk TIDAK menangkap ikan dengan cara-cara terlarang, sesuai dengan
Perda Kab. Musi Rawas No 11 tahun 2005 tentang Larangan Menangkap Ikan dengan Bahan dan Alat-alat Terlarang pasal 3 yang berbunyi:
Setiap orang atau badan dilarang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan:
a. Bahan beracun dan sejenisnya
b. Bahan dan alat peledak
c. Alat yang menghasilkan atau mengandung arus listrik
d. Alat jaringan atau corong dan sejenisnya dengan ukuran minimal ½ In (setengah inchi)

XIP juga mewajibkan kepada karyawan, suplayer dan petani berkaitan dengan
PP No 13 tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru pasal 20 menyebutkan:
Perburuan tidak boleh dilakukan dengan cara :
a. menggunakan kendaraan bermotor atau pesawat terbang sebagai tempat berpijak
b. menggunakan bahan peledak dan atau granat;
c. menggunakan binatang pelacak;
d. menggunakan bahan kimia;
e. membakar tempat berburu;
f. menggunakan alat lain untuk menarik atau menggiring satwa buru secara massal;
g. menggunakan jerat/perangkap dan lubang perangkap;
h. menggunakan senjata api yang bukan untuk berburu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar